Salah satu investor asal China dikabarkan akan menandatangani kesepakatan investasi baterai kendaraan listrik di Indonesia pada tahun ini. Tak tanggung-tanggung, nilai investasi yang bakal ditanam bisa mencapai US$ 5,6 miliar atau sekitar Rp 84 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per US$).
Investor asal China yang dimaksud tersebut yaitu Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL), cucu usaha CATL.
Adapun investasi ini akan bekerja sama dengan Holding BUMN Baterai, PT Indonesia Baterai Indonesia (IBI) atau Indonesia Battery Corporation (IBC).
Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan, setelah IBC dan CBL melakukan penandatanganan Conditional Shares Purchase Agreement (CSPA) pada 16 Januari lalu, diharapkan CBL mulai menggelontorkan investasinya di tahun ini.
Dia menyebut, nilai investasi CBL untuk proyek baterai terintegrasi dari hulu ke hilir totalnya mencapai US$ 5,6 miliar atau Rp 84 triliun.
“Tahun ini terkait hilirisasinya harus ditandatangani dan total hulu sampai hilir US$ 5,6 miliar. Itu adalah komitmen mereka,” kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (12/4/2023).
Kemudian, proses selanjutnya yakni IBC dan CBL akan melaksanakan uji kelayakan bersama atau Joint Feasibility Study (FS) untuk rantai pasok dari pengolahan dan pemurnian nikel, prekursor, katoda baterai, sel baterai, dan daur ulang (recycling).
Seperti diketahui, guna merealisasikan pengembangan bateri EV dan ekosistem EV di Indonesia berjalan pesat, IBC telah menyiapkan roadmap atau peta jalan yang siap diimplementasikan.
“Jadi di 2023 konsentrasi kami bagaimana meningkatkan dari segi kualitas dan biaya maksudnya harga dari roda dua kita meningkatkan yang sebelumnya penjualan total hanya 6000 unit tahun ini ditingkatkan jadi 15 ribu unit,” ujar Toto.
IBC saat ini memang tengah fokus untuk menggarap produksi kendaraan listrik roda dua di Indonesia. Ini setelah perusahaan berhasil menguasai 53,93% saham PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), produsen motor listrik Gesits.
Masih di tahun yang sama, IBC juga bakal fokus untuk menggarap pembuatan Energy Storage System (ESS), berupa baterai penyimpanan energi. Kemudian, pada tahun 2024-2025 ditargetkan pabrik baterai untuk kendaraan listrik roda empat serta pabrik baterai daur ulang dapat beroperasi.
“Battery EV pertama di Indonesia sudah mulai diproduksi di Karawang dan recycle untuk Battery EV sudah kami targetkan beroperasi di 2024 atau 2025 akhir,” katanya.
Sementara itu, pada 2025 sendiri menurut Toto menjadi periode yang cukup penting bagi Indonesia. Pasalnya, pada tahun tersebut ditargetkan pabrik pengolahan prekursor, pabrik pengolahan NPI/ nickel matte, pabrik pengolahan HPAL, dan pabrik pengolahan katoda dapat beroperasi.
“Jadi baterai material yang siap kita olah jadi baterai made-in Indonesia. Ini kita harapkan di 2026 benar benar battery cell yang kita dapatkan dari hulu bisa berproduksi pertama kali dari Indonesia,” kata dia.
Kemudian pada tahun 2030, diharapkan Indonesia bisa melakukan penguasaan terhadap teknologi baterai. Sehingga tidak lagi bergantung dengan pihak luar.